Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono: Semakin Tertutup, Arah Komunikasi Tidak Jelas

GELORA.CO - Diplomat senior Indonesia, Dino Patti Djalal melontarkan kritik terbuka terhadap kinerja Menteri Luar Negeri Sugiono. Melalui sebuah video pernyataan yang diunggah di akun Instagram pribadinya, @dinopattidjalal, pada Minggu (21/12), Dino menyampaikan empat kritik dan pesan strategis yang menurutnya menentukan masa depan diplomasi Indonesia. Ia memperingatkan, tanpa perbaikan serius, kinerja Menlu Sugiono berisiko dicatat sejarah dengan nilai merah. Dalam pernyataannya, Dino menegaskan posisinya sebagai sesepuh Kementerian Luar Negeri, pendukung politik luar negeri Indonesia, ketua organisasi masyarakat hubungan internasional terbesar di Indonesia dan Asia, sekaligus sebagai warga negara. Ia menyebut telah berkecimpung di dunia diplomasi selama 40 tahun, baik di dalam maupun di luar pemerintahan, sehingga merasa berkewajiban menyampaikan masukan tersebut. Dino mengaku terpaksa menyampaikan kritik melalui media sosial karena seluruh jalur komunikasi langsung dengan Menlu Sugiono disebut telah terblokir selama berbulan-bulan. Ia berharap Sugiono tidak bersikap defensif dan justru menjadikan kritik itu sebagai bahan refleksi demi perbaikan kinerja Kementerian Luar Negeri. Kritik pertama Dino menyoroti kepemimpinan Menlu Sugiono di internal Kemlu. Menurutnya, idealnya seorang menteri luar negeri mencurahkan waktu penuh untuk memimpin kementerian, atau setidaknya 50 persen, bahkan hingga 80 persen. Dino mengibaratkan Kemlu sebagai mobil Ferrari yang diisi diplomat-diplomat bertalenta luar biasa. Namun, potensi tersebut tidak akan optimal tanpa pengemudi yang benar-benar fokus. Ia menilai banyak KBRI saat ini tidak mendapatkan arahan jelas dari pusat, rapat koordinasi para duta besar tertunda hampir setahun, serta kinerja diplomat menurun akibat anggaran yang dipangkas. Kondisi tersebut, menurut Dino, memicu demoralisasi, karena inisiatif para diplomat merasa tidak direspons oleh pimpinan. Selain itu, Dino mengungkap banyak duta besar yang kesulitan menemui Menlu Sugiono ketika kembali ke Indonesia. Situasi ini dinilainya berisiko menghilangkan peluang diplomasi, serta membuat hubungan bilateral Indonesia dengan negara sahabat menjadi tidak seimbang dan cenderung dikendalikan oleh negara mitra. “Masalah ini bisa dianggap sepi sekarang, tapi bisa meledak di kemudian hari,” ujar Dino. Kritik kedua berkaitan dengan komunikasi politik luar negeri kepada publik. Dino merujuk ajaran mantan Menlu Ali Alatas yang menekankan bahwa politik luar negeri dimulai dari rumah, sehingga setiap langkah diplomasi perlu dijelaskan dan dipahami masyarakat. Ia membandingkan dengan Menteri Keuangan Purbaya yang dinilai berhasil membangun kepercayaan publik lewat komunikasi intensif. Sementara itu, Dino mencatat Menlu Sugiono belum pernah menyampaikan pidato kebijakan dalam setahun terakhir, baik di dalam maupun luar negeri, serta tidak pernah memberikan wawancara khusus kepada media mengenai substansi politik luar negeri. Minimnya penjelasan publik, menurut Dino, berisiko membuat Sugiono dicap sebagai silent minister. Ia juga menyoroti pola komunikasi Menlu Sugiono yang lebih banyak dilakukan melalui Instagram berupa foto dan video tanpa penjelasan substansi. Dino menilai hal tersebut membuat Menlu semakin menjauh dari publik dalam urusan hubungan internasional. Ia mencontohkan Conference on Indonesia Foreign Policy, konferensi politik luar negeri terbesar di dunia yang dihadiri ribuan pemuda dan mahasiswa dari berbagai daerah. Namun, seluruh upaya komunikasi, mulai dari surat, telepon, hingga permohonan pertemuan, disebut tidak pernah direspons oleh Sugiono selama berbulan-bulan. Kritik ketiga menyangkut hubungan Menlu Sugiono dengan para pemangku kepentingan hubungan internasional Dino menilai Menlu saat ini terkesan jauh, tidak komunikatif, tidak responsif, dan sulit diakses oleh konstituennya. Ia mengingatkan prinsip yang dipegang para Menlu terdahulu, yakni never burn your bridges. Menurut Dino, kepercayaan, rasa hormat, dan dukungan pemangku kepentingan tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dibangun dan dirawat secara aktif. Sementara kritik keempat menyoroti keterbukaan Menlu Sugiono terhadap kerja sama dengan akar rumput hubungan internasional. Dino menegaskan bahwa membantu Presiden Prabowo tidak berarti memunggungi rakyat, karena keduanya justru saling menguatkan. Ia menilai dalam dunia diplomasi, inisiatif bisa datang dari atas maupun dari bawah. Oleh sebab itu, gotong royong antara pemerintah dan organisasi masyarakat hubungan internasional menjadi kunci keberhasilan politik luar negeri. Dino pun melihat adanya kontradiksi antara seruan kerja sama di forum internasional dengan praktik domestik yang dinilai masih sulit diajak berkolaborasi. Di akhir pernyataannya, Dino menegaskan bahwa empat kritik tersebut bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan, melainkan sebagai peringatan. Menurutnya, jika dijalankan dengan sungguh-sungguh, Sugiono berpeluang dicatat sebagai Menteri Luar Negeri yang cemerlang. Namun jika diabaikan, ia memperingatkan Kementerian Luar Negeri akan meredup dan diplomasi Indonesia berisiko mengalami kemunduran yang serius. Sumber: jawapos