Purbaya Minta Izin Presiden, MBG Mau Diubah Jadi Uang Agar Tidak Ada Makanan yang Terbuang

GELORA.CO - Wacana baru terkait Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali mencuat ke ruang publik. Menteri Keuangan Purbaya disebut mengajukan permohonan izin kepada Presiden agar bantuan MBG tidak lagi diberikan dalam bentuk makanan, melainkan diuangkan langsung kepada para siswa penerima manfaat. Usulan tersebut disampaikan dengan sejumlah pertimbangan. Salah satu alasan utama adalah untuk menghindari pemborosan makanan, seperti nasi yang basi atau menu yang tidak sesuai dengan selera anak-anak. Dengan skema uang tunai, orang tua dinilai lebih memahami kebutuhan dan kesukaan anak masing-masing. “Supaya tidak ada nasi yang basi, orang tua lebih tahu apa yang disukai anak. Selain itu, skema ini lebih transparan dan bebas dari potensi korupsi,” ujar Purbaya, dikutip pojoksatu.id dari instagram @inimedia (23/12/2025). Menurut Purbaya, pemberian MBG dalam bentuk uang juga memberikan fleksibilitas bagi keluarga. Orang tua bisa mengatur sendiri menu makanan anak, baik untuk sarapan maupun bekal sekolah, tanpa bergantung pada distribusi makanan dari pihak ketiga. Tak hanya itu, ia juga menilai skema tunai memberi manfaat jangka panjang. Jika terdapat sisa dana dari alokasi MBG, uang tersebut masih bisa ditabung oleh keluarga untuk kebutuhan anak di kemudian hari. “Kalau ada sisa, uangnya bisa ditabung. Ini justru mendidik anak dan keluarga untuk mengelola keuangan,” katanya. Dalam paparannya, Purbaya turut menjelaskan rincian anggaran MBG yang selama ini dialokasikan pemerintah. Setiap siswa mendapatkan anggaran sebesar Rp15.000 per hari. Jika dihitung selama lima hari sekolah, maka totalnya mencapai Rp75.000 per minggu. Dalam sebulan, dengan asumsi empat minggu efektif, nilai bantuan tersebut setara Rp300.000 per siswa. Dengan angka tersebut, Purbaya menilai penyaluran dalam bentuk uang tunai justru lebih efisien dan minim risiko kebocoran anggaran. Distribusi makanan selama ini dinilai rentan terhadap persoalan teknis, mulai dari kualitas makanan, keterlambatan pengiriman, hingga potensi penyimpangan dalam proses pengadaan. Meski demikian, usulan ini masih sebatas wacana dan menunggu keputusan Presiden. Pemerintah disebut akan mengkaji secara mendalam dampak sosial, ekonomi, serta efektivitas kebijakan jika MBG benar-benar diubah menjadi bantuan tunai. Di sisi lain, wacana ini memicu pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian pihak menilai skema tunai lebih realistis dan memberdayakan keluarga. Namun, ada pula yang khawatir bantuan uang tidak sepenuhnya digunakan untuk pemenuhan gizi anak. Pemerintah diharapkan dapat mengambil keputusan terbaik dengan mempertimbangkan prinsip transparansi, akuntabilitas, serta tujuan utama MBG, yakni meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan generasi muda Indonesia.***