Warga Ketakutan Mobil Mewah Sahroni Dibakar Massa

Warga Ketakutan Mobil Mewah Sahroni Dibakar Massa

GELORA.CO -Amuk massa menyasar kediaman pribadi Anggota DPR RI, Ahmad Sahroni, di Jalan Swasembada Timur XXII, Kelurahan Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu 30 Agustus 2025. Saat rumahnya digeruduk massa, Sahroni bersama keluarganya dikabarkan berada di Singapura. Ratusan warga berkumpul di depan rumah politikus Partai Nasdem itu seraya melempari dengan batu serta benda keras lainnya. Akibatnya kaca rumah hancur berantakan. Massa kemudian menerobos masuk. Di garasi, massa melampiaskan kemarahan dengan menghancurkan mobil listrik Lexus RX 450h+ Luxury seharga Rp1,87 miliar. Massa juga merusak koleksi mobil mewah milik Sahroni, Porsche 1600 Super. Bahkan, mobil klasik bernilai tinggi itu digulingkan keluar garasi. Namun Ketika massa berupaya membakar mobil tersebut, seorang anggota TNI yang merupakan Babinsa Kelurahan Kebon Bawang langsung mencegahnya. Sejumlah warga mengimbau agar massa tidak membakar mobil karena akan terdampak ke pemukiman setempat. "Jangan dibakar, jangan dibakar," teriak sejumlah warga. "Rumah warga banyak, kasihan," sambungnya. Sahroni menjadi salah satu anggota DPR yang dicari publik akhir-akhir ini. Sahroni sempat mengatakan bahwa desakan membubarkan DPR RI yang banyak dilontarkan masyarakat setelah isu kenaikan tunjangan DPR RI, adalah hal keliru. "Mental manusia yang begitu adalah mental orang tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma bilang bubarin DPR itu adalah orang tolol sedunia. Kenapa? Kita nih memang orang semua pintar semua? Enggak bodoh semua kita," kata Sahroni dalam kunjungan kerja di Polda Sumatera Utara, Jumat 22 Agustus 2025. Sumber: RMOL

Biang Kerusuhan di Negeri Ini

Biang Kerusuhan di Negeri Ini

OLEH: JEJEP FALAHUL ALAM* MUNGKIN semua orang akan bertanya-tanya, mengapa aksi kerusuhan saat ini menjalar ke berbagai daerah di Indonesia pasca unjuk rasa di Jakarta yang menelan korban jiwa? Suasananya terasa mirip masa Reformasi 1998. Menjawab pertanyaan itu, setiap orang tentu memiliki pandangan berbeda. Namun, menurut berbagai kajian dan analisa pengamat yang tersebar di media, penulis menarik beberapa kesimpulan. Krisis Kepercayaan Salah satunya hal ini terjadi karena adanya ketidakpuasan rakyat yang telah mencapai titik kulminasi, hingga berubah menjadi krisis kepercayaan terhadap negara. Para wakil rakyat, baik di DPR RI maupun DPRD daerah, diserang bukan semata karena gedungnya megah, melainkan dianggap simbol ketidakadilan dalam mengeluarkan kebijakan. Keputusan menaikkan tunjangan di tengah kesulitan rakyat dinilai sebagai ironi moral. Sementara itu, Polri sebagai aparat penegak hukum kini dipersepsikan bukan lagi pelindung dan pengayom, tetapi alat kekerasan rezim. Tragedi kematian almarhum Affan Kurniawan dalam demonstrasi 28 Agustus 2025 lalu menjadi moral shock yang mempertegas pandangan itu. Nyawa rakyat dianggap murah, sementara kesalahan aparat tidak pernah segera diakui dengan transparan. Ekonomi Sulit, Amarah Mudah Meledak Situasi ini diperparah dengan kondisi ekonomi masyarakat kelas bawah yang semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup. Kenaikan harga pangan, biaya hidup yang kian berat, hingga keterbatasan lapangan kerja menjadi bara api yang mudah disulut. Dalam psikologi sosial, tekanan ekonomi adalah pemicu instabilitas paling cepat, sebab ia menyentuh dapur rumah tangga rakyat. Mengapa Polisi Gagal Meredam? Banyak yang menilai polisi gagal mengendalikan anarkisme publik. Namun kegagalan itu bukan pada jumlah personel atau kelengkapan peralatan, melainkan pada runtuhnya legitimasi sosial. Ketika publik tak lagi percaya, maka setiap langkah represif justru menjadi bahan bakar kemarahan. Gas air mata tidak lagi membuat bubar, tetapi justru mengundang solidaritas. Di era digital, polisi juga berhadapan dengan dinamika baru. Informasi, video, dan narasi perlawanan tersebar begitu cepat, membentuk "kerumunan cair" yang sulit dikendalikan dengan pendekatan tradisional. Narasi hoaks, framing provokatif, dan agitasi daring menambah kompleksitas kerusuhan. Dugaan Peran Asing dan Oligarki Jika berkaca pada sejarah politik Indonesia, gejolak sosial kerap tidak sepenuhnya lahir dari dinamika internal rakyat. Ada faktor eksternal yang ikut bermain, baik berupa campur tangan asing maupun manuver oligarki dalam negeri. Kerusuhan dan aksi anarkis bisa saja menjadi produk dari permainan geopolitik asing yang tidak menginginkan Indonesia stabil. Begitu pula oligarki dalam negeri yang kepentingan bisnisnya terusik, mereka diduga menunggangi keresahan rakyat dengan bermain halus. Keduanya tak tampil di depan, melainkan menggunakan tangan-tangan lain: organisasi, ormas, bahkan kelompok pemuda. Ketidakpuasan rakyat ditunggangi, sehingga protes yang seharusnya konstruktif berubah menjadi anarkis. Bukan dengan Gas Air Mata Penyelesaian gejolak sosial di Indonesia tidak cukup dengan menambah aparat di jalanan. Penguatan intelijen untuk mendeteksi campur tangan asing sejak dini. Pembatasan dominasi oligarki agar tidak mudah memainkan isu. Dialog nasional untuk meredam amarah rakyat secara substantif, bukan sekadar dengan pendekatan keamanan. Seperti kata Bung Karno: "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." Kini, perjuangan itu semakin kompleks, karena musuh tidak hanya datang dari dalam, tetapi juga dari luar negeri dengan wajah diplomasi dan ekonomi. Penutup Kerusuhan yang meluas ini alarm keras bagi negara. Tanpa koreksi kebijakan dan perbaikan pendekatan, potensi gelombang susulan sangat mungkin terjadi. Sejarah Indonesia membuktikan, ketika rakyat kehilangan kepercayaan, simbol kekuasaanlah yang pertama kali jadi sasaran. Keadilan, empati, dan keberpihakan nyata kepada rakyat adalah satu-satunya cara memulihkan legitimasi yang kini runtuh. *(Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon, dan Ketua LTN PCNU Majalengka)

Pulihkan Citra Polri Bagusnya Listyo Mengundurkan Diri

Pulihkan Citra Polri Bagusnya Listyo Mengundurkan Diri

GELORA.CO -Insiden meninggalnya Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojek online (ojol) akibat terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis malam, 28 Agustus 2025, tidak bisa begitu saja dikategorikan kesalahan oknum polisi. Demikian pandangan Presidium Forum Alumni Kampus Seluruh Indonesia (Aksi) Juju Purwantoro melalui keterangan elektroniknya di Jakarta, Minggu 31 Agustus 2025. Menurut Juju, peristiwa yang menimpa Affan tersebut bisa melanggar Pasal 359 KUHP yakni "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun". "Bahwa meninggalnya Affan tersebut, walaupun tidak dimaksudkan sama sekali oleh pengemudi rantis Brimob, akan tetapi kematian tersebut akibat lalai dan kurang hati-hati (delik culpa)," kata Juju. Bisa dianggap memenuhi unsur culpa, kata Juju, jika pelaku tidak melakukan tindakan kehati-hatian atau pendugaan yang seharusnya ia lakukan, meskipun ia seharusnya dapat memprediksi kemungkinan timbulnya akibat. Demi segera memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri dan pemerintahan Prabowo Subianto, Juju mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengundurkan diri. "Institusi Polri harus segera dilakukan reformasi secara menyeluruh guna menyikapi perkembangan situasi keamanan sosial dan politik pemerintahan saat ini," kata Juju. Juju menekankan bahwa kepercayaan publik terhadap Institusi Polri harus dipulihkan demi mendukung pemerintah dalam menjaga Kamtibmas sesuai Tribrata dan penegakkan hukum. "Kekacauan (chaos) di masyarakat yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional harus dicegah," tutup Juju. Sumber: RMOL

Emak-emak Usir Massa Penjarah Rumah Sahroni

Emak-emak Usir Massa Penjarah Rumah Sahroni

GELORA.CO -Massa yang sedang menjarah kediaman pribadi Anggota DPR RI, Ahmad Sahroni, di Jalan Swasembada Timur XXII, Kelurahan Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu 30 Agustus 2025, langsung bubar setelah diusir seorang emak-emak. Emak-emak bernama Aini tersebut mengaku berinisiatif mengusir massa yang terus berdatangan karena khawatir dengan lingkungan rumahnya. "Kalau sampai (rumah Ahmad Sahroni) terbakar semua, kita tetangga (kena). Itu yang kita jaga," kata Aini kepada wartawan. Sementara massa yang datang untuk menjarah dan menghancurkan rumah Sahroni merupakan warga wilayah lain yang tidak dikenal. "Cukup rumah Sahroni sudah hancur, mau apa lagi? Takutnya dibakar. Di sana kan bensin semua," kata Aini. Aini juga mengaku khawatir massa turut merusak rumah lain yang bersebelahan dengan kediaman Sahroni. "Di sana sudah hancur, jangan di sini juga hancur," pungkas Aini. Sahroni menjadi salah satu politikus Senayan yang disorot publik akibat pernyataannya beberapa waktu belakangan. Salah satunya saat Sahroni menuturkan bahwa desakan untuk membubarkan DPR adalah sikap yang keliru. Ia bahkan ia menyebut pandangan ini sebagai mental orang tolol. "Mental manusia yang begitu adalah mental orang tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma bilang bubarin DPR itu adalah orang tolol sedunia. Kenapa? Kita nih memang orang semua pintar semua? Enggak bodoh semua kita," ujar Sahroni saat melakukan kunjungan kerja di Polda Sumut, Jumat 22 Agustus 2025. Sumber: RMOL