4 Underrated Alt-Rock Guitarists Who Helped Shape the Genre’s Sound

4 Underrated Alt-Rock Guitarists Who Helped Shape the Genre’s Sound

The world of alt-rock has been through a lot of big changes over the past few decades, and there are a handful of underrated guitarists who deserve some credit for how they’ve shaped the sound. Certainly, we have to acknowledge bands like The Smashing Pumpkins with Billy Corgan and James Iha on guitar, or Dave […] The post 4 Underrated Alt-Rock Guitarists Who Helped Shape the Genre’s Sound appeared first on VICE .

AI-Generated ‘Miracle’ Prayers Are Worth a Fortune—Just Ask the Scammers Selling Them

AI-Generated ‘Miracle’ Prayers Are Worth a Fortune—Just Ask the Scammers Selling Them

Faith can move mountains, but apparently it can also move money. Lots of it. In Brazil, police arrested 35 people accused of running a massive scam that sold “miracle prayers” written by artificial intelligence to unsuspecting believers. Each prayer costs about 50 reais, or ten U.S. dollars. Some victims were so touched by the words […] The post AI-Generated ‘Miracle’ Prayers Are Worth a Fortune—Just Ask the Scammers Selling Them appeared first on VICE .

Begini Kata UAS soal Narasi Trans7 yang Dianggap Lecehkan Pesantren dan Kiai

Begini Kata UAS soal Narasi Trans7 yang Dianggap Lecehkan Pesantren dan Kiai

GELORA.CO - Tayangan program "Xpose Uncensored" di stasiun televisi Trans7 menuai polemik luas setelah dinilai melecehkan kiai dan tradisi pesantren. Gelombang kritik datang dari berbagai kalangan, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yang bahkan telah melaporkan Trans7 ke kepolisian serta Dewan Pers pada Senin (14/10/2025). Di tengah ramainya kecaman, dai kondang Ustaz Abdul Somad (UAS) turut menanggapi isu tersebut. Namun, berbeda dari banyak tokoh lain, UAS memilih menyampaikan kritiknya dengan cara yang khas — melalui sebuah puisi reflektif berjudul “Mazhab Cinta.” Dalam puisinya yang diunggah ke akun Instagram dan Facebook pribadinya, UAS menggambarkan bagaimana orang luar sering gagal memahami dunia pesantren dan hubungan batin antara santri dan kiai. “Cinta itu alam rasa, bukan alam kata. Kata terlalu miskin untuk mewakili rasa... Susah dilogikakan bagaimana rasa santri ngasi mercy, bagaimana rasanya mencium tangan Yai,” tulis UAS. Menurutnya, tradisi pesantren bukan sekadar rutinitas keagamaan, melainkan ikatan spiritual yang lahir dari cinta dan ketulusan. Ia mengibaratkan hubungan santri dan kiai seperti kisah Qais dan Laila, legenda cinta yang melampaui logika. “Orang menyebut Qais gila. Yang faham hanya yang pernah jatuh cinta,” tulisnya lagi, menyindir pihak yang mudah menilai tanpa memahami kedalaman makna kehidupan pesantren. Melalui bait-bait puisinya, UAS juga menyelipkan kritik sosial yang tajam terhadap industri media. Ia menyinggung bagaimana dunia televisi kerap terjebak dalam logika rating dan sensasi, hingga melupakan nilai moral dan etika. “Susah difahami karyawan TV yang rasanya sudah mati. Ditekan sana sini, sibuk dengan hirarki. Lambat kena caci maki, cepat diejek teman yang iri, penuh dengan bully,” tulisnya. Pesan ini dianggap sebagai sindiran halus bagi media yang mencari perhatian publik tanpa mempertimbangkan dampak terhadap nilai-nilai keagamaan dan sosial masyarakat. Puisi “Mazhab Cinta” sontak menuai respons luas. Ribuan komentar membanjiri unggahan UAS dari kalangan santri, alumni pesantren, hingga tokoh ormas Islam. Banyak yang menilai puisi itu sebagai bentuk pembelaan elegan terhadap martabat pesantren di tengah derasnya arus stigma negatif. “Alhamdulillah Tuan Guru, kawal terus! Belum diserang buzzer pembela Trans7. Mereka yang nggak pernah mondok tapi ikut komentar masif,” tulis akun @keviinfirst dalam kolom komentar. Selain itu, sejumlah warganet juga membagikan ulang potongan puisi UAS sebagai bentuk solidaritas terhadap dunia pesantren yang dinilai sedang dilecehkan. Dalam unggahannya, UAS juga menutup puisinya dengan menampilkan foto kebersamaannya bersama KH Kafabihi Mahrus, Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, menegaskan bahwa pesantren adalah ruang penuh cinta dan penghormatan kepada guru. Ia menulis, “Pesantren itu rumah cinta. Hubungan antara santri dan Yai tidak bisa dijelaskan logika, hanya bisa dirasakan.” Bagi banyak kalangan, puisi tersebut tidak hanya berfungsi sebagai kritik, tetapi juga refleksi mendalam tentang pentingnya menjaga adab dan cinta dalam menuntut ilmu agama. Sementara itu, gelombang protes terhadap Trans7 masih terus bergulir. Berbagai organisasi keagamaan dan komunitas santri mendesak adanya klarifikasi terbuka dari pihak stasiun televisi atas tayangan yang dianggap menistakan kiai dan pesantren. PBNU menyatakan, laporan ke Dewan Pers dilakukan untuk menegakkan etika jurnalistik dan menuntut tanggung jawab moral dari media yang telah menyinggung perasaan umat Islam. Sementara MUI meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) turut memanggil Trans7 untuk memberikan penjelasan resmi. “Media seharusnya menjadi sarana edukasi, bukan provokasi,” ujar MUI dalam keterangannya. UAS, yang dikenal memiliki jutaan pengikut di media sosial, dinilai memberikan contoh cara berdakwah yang santun dan bermartabat dalam menghadapi isu sensitif. Sikapnya menunjukkan bahwa pembelaan terhadap martabat pesantren tak harus melalui kemarahan, tetapi bisa melalui puisi, refleksi, dan cinta. Pesan yang disampaikan melalui “Mazhab Cinta” pun dianggap mewakili suara banyak santri di seluruh Indonesia — bahwa pesantren bukan hanya tempat belajar agama, tetapi juga ruang tumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang, dan spiritualitas.*** Sumber: pojokbaca