Nyali Kejaksaan Diuji untuk Eksekusi Silfester

Nyali Kejaksaan Diuji untuk Eksekusi Silfester

GELORA.CO -Nyali Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan diuji untuk segera mengeksekusi terpidana Silfester Matutina yang merupakan ketua kelompok relawan Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Apalagi Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu 27 Agustus 2025 telah menggugurkan permohonan Peninjauan Kembali (PK), Silfester Matutina, terpidana kasus penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Islah Bahrawi mendesak Kejari Jakarta Selatan segera membawa Silfester masuk bui karena sudah enam tahun dibiarkan bebas berkeliaran. "PK Silfester digugurkan oleh Majelis Hakim. Artinya, dia harus segera dieksekusi oleh Kejaksaan," tulis Islah melalui akun X pribadinya, dikutip Kamis 28 Agustus 2025. "Kalo gak berani juga, gak usah koar-koar soal Riza Chalid. Sesumbar kalian ketinggian..," sambungnya. Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis hakim menyatakan Silfester Matutina terbukti bersalah melakukan tindak pidana fitnah kepada Jusuf Kala. Silfester yang merupakan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) ini kemudian dijatuhi vonis 1 tahun penjara, vonis itu di bacakan pada 30 Juli 2018. Putusan itu kemudian dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018. Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester Matutina menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. “Dijatuhkan kepada terdakwa menjadi pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp 2.500,00,” bunyi putusan yang dibacakan oleh Hakim Tunggal Andi Samsan Nganro pada Senin, 16 September 2019. Sumber: RMOL

Kepala Demonstran Diinjak Aparat hingga Kejang-kejang, LBH Medan: Perbuatan Tak Manusiawi

Kepala Demonstran Diinjak Aparat hingga Kejang-kejang, LBH Medan: Perbuatan Tak Manusiawi

GELORA.CO - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mengecam keras tindakan kekerasan yang diduga dilakukan aparat Kepolisian terhadap massa aksi demo di DPRD Sumut, Selasa (26/8). Direktur LBH Medan Irvan Saputra, menyampaikan LBH Medan secara tegas dan keras mengecam tindakan brutal yang diduga dilakukan personel jajaran Polda Sumut. “LBH Medan juga meminta Polda Sumut untuk segara membebaskan massa aksi yang ditangkap tanpa syarat,” tegasnya, Rabu (27/8). LBH Medan menilai tindakan penyiksaan dengan cara pemukulan dan bahkan melakukan penginjakan kepala massa aksi adalah perbuatan yang brutal dan tidak manusiawi. “Perlu diketahui bahwa menyampaikan pendapat di muka umum melalui berdemonstrasi adalah hak setiap warga negara yang dijamin sepenuhnya oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” jelasnya. Secara hukum LBH Medan menilai, tindakan brutal aparat kepolisian daerah Sumut telah mencederai prinsip demokrasi dan melanggar Hak Asasi Manusia, serta bertentangan dengan kewajiban institusional Polri sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang tugas utama untuk memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. “Dengan demikian, pola penanganan yang brutal justru menunjukkan pengingkaran terhadap mandat undang-undang sekaligus melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian,” tegasnya. Irvan juga mengungkapkan tidak hanya melakukan dugaan penyiksaan, Polda Sumut juga melakukan penghalang-halangan pendampingan terhdap massa aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang. “Pasca terjadinya ricuh Polda Sumut diduga menangkap lebih kurang 39 orang massa aksi dan dibawa ke Polda Sumut tepatnya Direktorat Kriminal Umum. Mengetahui hal tersebut LBH Medan bersama Kontras dan Keluarga Massa Aksi berupaya melakukan pendampingan sebagaimana amanat KUHAP,” ucapnya. Lebih lanjut dikatakan Irvan, namun parahnya pihak Polda Sumut menghalang-halangi hak Penasihat Hukum dengan berdalih melakukan pendataan. Tidak ujuk-ujuk menerima pernyataan Polda Sumut, LBH Medan dan Kontras Sumut terus menyampaikan argumentasi hukumnya untuk dapat diberikan askses pendamping. “Akan tetapi upaya tersebut tidak dihiraukan Polda. Oleh karena itu dapat disimpulkan jika adanya abuse of power yang dilakukan Polda Sumut dalam proses pemerikasaan para massa aksi dan bertentangan dengan KUHAP,” cetusnya. Bahkan secara hukum, lanjut Irvan, penanganan massa aksi yang dilakuan Kepolisian diduga telah melanggar Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan kepala kepolisian negara republik tentang tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan, dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum. “Di mana secara jelas terjadinya penyiksaan dan tindakan brutal terhadap massa aksi. Serta pengamanan juga dilakukan dengan menggunakan senjata laras panjang yang seyoginya tidak dibenarkan secara hukum,” pungkasnya. Sebelumnya, aksi demo di DPRD Sumut kemudian berujung pada tindakan pembubaran dengan kekerasan oleh aparat Kepolisian dan Brimob. Dalam video yang terekam, diduga terjadi kekerasan oleh aparat kepolisian berpakaian preman. Kejamnya, salah satu massa kepalanya dipijak hingga kejang-kejang dan tak sadarkan diri. Sumber: waspada

Akhirnya Pria yang Paksa Dokter RSUD Sekayu Buka Masker Resmi Tersangka

Akhirnya Pria yang Paksa Dokter RSUD Sekayu Buka Masker Resmi Tersangka

GELORA.CO -Petugas Satreskrim Polres Musi Banyuasin (Muba) meringkus satu pelaku yang diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap dr. Syahpri Putra Wangsa pada Senin malam, 25 Agustus 2025. Penahanan dilakukan setelah penyidik memeriksa secara intensif yang bersangkutan. Insiden tersebut terjadi pada Selasa lalu, 12 Agustus 2025 di  RSUD Sekayu, ketika pelaku disebut-sebut memaksa korban yang merupakan seorang dokter untuk membuka masker dengan cara paksaan dan kontak fisik. "Terlapor ditangkap secara paksa karena sebelumnya sudah dipanggil dua kali oleh Polres Muba namun tidak mengindahkan," kata Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Nandang Mu'min Wijaya dikutip dari RMOLSumsel, Kamis 28 Agustus 2025. Setelah dilakukan pemeriksaan, penyidik akan melakukan gelar perkara, dengan alat bukti yang cukup terhadap terlapor. Dalam kasus ini, S dijerat dengan Pasal 351 ayat 1, Pasal 336 ayat 1 dan Pasal 335. "Saksi yang telah diperiksa sebanyak tujuh orang," kata Nandang. Kasus ini bermula dari viralnya sebuah video di media sosial yang memperlihatkan aksi intimidasi terhadap dokter RSUD Sekayu. Dalam video tersebut, keluarga pasien mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang dianggap lambat “Ibu saya ini setiap hari disuruh tunggu dahak, dikit-dikit tunggu dahak, hasil rontgen dia bilang, hasil rontgen, kita sewa ruangan VVIP ini untuk pelayanan,” kata pelaku dalam rekaman video. Ketegangan memuncak saat pelaku memaksa dokter Syahpri membuka masker, namun sang dokter tetap tenang menghadapi situasi tersebut. Sumber: RMOL