Polemik Bandung Zoo, Akademisi Minta Pemkot Ambil Langkah Konkret

Polemik Bandung Zoo, Akademisi Minta Pemkot Ambil Langkah Konkret

jabar.jpnn.com , KOTA BANDUNG - Polemik berkepanjangan terkait status dan pengelolaan Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) mendapat sorotan tajam dari akademisi. Pengamat Pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad) Idil Akbar mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung untuk segera mengambil langkah konkret demi kepentingan masyarakat luas. Idil mengatakan, polemik mengenai Bandung Zoo telah berlarut-larut dan berpotensi merugikan masyarakat. Ia menekankan perlunya solusi yang nyata, di mana Pemkot Bandung dapat memulai dengan menggelar dialog strategis yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan. ?"Masalah Bandung Zoo menurut saya perlu ada penyelesaian yang konkret agar masyarakat tidak dirugikan akibat polemik yang berkepanjangan," kata Idil dalam keterangannya, Rabu (15/10/2025). ? Dalam pandangannya, penyelesaian masalah ini harus mengedepankan kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan masyarakat Kota Bandung. Idil menyarankan agar logika administratif untuk sementara waktu bisa dikesampingkan jika masing-masing pihak yang berpolemik melihat masalah ini dalam koridor kepentingan daerah dan publik. ?"Yang utama adalah semua orang memikirkan kepentingan yang lebih besar, yakni masyarakat. Logika administratif mestinya bisa dikesampingkan lebih dahulu jika masing-masing pihak melihat masalah ini dalam koridor kepentingan daerah dan masyarakat Kota Bandung," tegasnya. ?Mengingat persoalan ini telah memasuki ranah hukum, langkah utama yang harus diambil adalah menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan mengikuti semua prosedurnya dengan baik. ?Idil berharap agar semua pihak mematuhi proses ini sehingga masalah dapat segera terselesaikan. Penyelesaian yang cepat sangat diharapkan masyarakat agar mereka dapat kembali mengakses Bandung Zoo sebagai wahana yang memiliki fungsi hiburan, edukasi, dan konservasi. ?"Karena ini sudah masuk dalam persoalan hukum, maka langkah utama adalah semua pihak menghormati proses hukum tersebut dan mengikuti semua prosedurnya dengan baik. Saya pikir masyarakat pasti berharap agar masalah ini secepatnya terselesaikan. Agar mereka dapat mengakses Bandung Zoo sebagai wahana hiburan, edukasi dan konservasi," pungkasnya. (mcr27/jpnn)

Budaya Tak Kasat Mata di Tubuh Polri: Pemerasan hingga Korupsi dan Konsekuensi Jika Tak Ikut Arus Pimpinan

Budaya Tak Kasat Mata di Tubuh Polri: Pemerasan hingga Korupsi dan Konsekuensi Jika Tak Ikut Arus Pimpinan

GELORA.CO - Eks Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komjen Purn Dharma Pongrekun menyinggung soal budaya di tubuh institusi Polri. Awalnya, dia menyebut bahwa hal yang didapatnya dari pendidikan di akademi kepolisian (dulu AKABRI) tak mampu membendung arus kuat yang terjadi di tubuh Korps Bhayangkara. "Setelah kami selesai ternyata teori-teori yang kami dapatkan, latihan-latihan yang kami dapatkan tidak mampu untuk mengatasi kekuatan daripada arus (di dalam tubuh Polri) itu sendiri, arus budaya organisasi," ujarnya dalam perbincangan di Podcast Forum Keadilan TV yang diunggah pada Rabu, 15 Oktober 2025. Dia lantas memberi contoh budaya di tubuh Polri. Menurutnya, budaya tersebut kerap jadi perdebatan di masyarakat. "Seperti yang diributkan masyarakat, masih ada pemerasan, ada korupsi, ada kekerasan dan sebagainya," ungkapnya. Hal itu, kata dia, menjadi persoalan. Jika hal itu tidak ada, lanjutnya, tidak akan ada masalah terkait reformasi Polri. Dharma Pongrekun mengaku, dirinya ingin menjadi polisi yang baik. Namun, rasa aman sebagai anak buah atau anggota Polri sangat ditentukan oleh value yang dibangun oleh pimpinannya. "Rasa aman daripada anggota untuk dia tetap bertahan di organisasi tersebut dengan nyaman adalah mengikuti value. Kalau tidak nanti akan disebut 'kamu melawan arus'" ujarnya. Arus tersebut, kata dia, tak kasat mata. Namun, apa yang terjadi di dalamnya ibarat 'kerbau yang dicucuk hidungnya' dan ada konsekuensi jika tak mengikuti arus tersebut. "Tampias, tergeser dari harapan-harapan yang dianggap mampu atau bisa untuk mewarnai atau memperbaiki organisasi, otomatis," tandasnya.*** Sumber: konteks