Pasukan Israel Gempur Gaza Lagi, Bunuh Anak-Anak di Khan Younis

Pasukan Israel Gempur Gaza Lagi, Bunuh Anak-Anak di Khan Younis

GELORA.CO - Israel kembali melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza, Senin (10/11/2025), menewaskan dua orang termasuk seorang anak. Serangan drone militer Zionis tersebut ditujukan ke Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan. Tak jelas apa yang menjadi sasaran pasukan Israel, namun jelas-jelas melanggar perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku sejak 10 Oktober lalu. Pasukan Pertahanan Israel (IDF), dalam pernyataannya seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (11/11/2025), mengklaim target serangan pada Senin merupakan ancaman langsung bagi pasukannya, padahal yang menjadi korban anak-anak. Militer Israel juga menghancurkan rumah-rumah di dalam area garis kuning, batas penarikan pasukan yang disepakati dalam gencatan senjata. Operasi pembongkaran di Khan Younis bahkan semakin diintensifkan. "Setiap bangunan atau rumah berlantai 2 menjadi sasaran," kata Hamdan Radwan, pemimpin wilayah Bani Suheila, di wilayah tersebut. Pasukan Israel juga meledakkan blok-blok permukiman di Gaza tengah. Gambar satelit dan rekaman video di lokasi menunjukkan sebagian besar permukiman hancur menjadi puing-puing. Israel juga terus membatasi pengiriman bantuan ke Gaza, bentuk lain dari pelanggaran gencatan senjata. Kelompok perlawanan Palestina Hamas menyatakan, Israel melarang masuk setidaknya 600 truk bantuan setiap hari, termasuk 50 truk tangki bahan bakar, meski tercantum dalam perjanjian tersebut. Pada Minggu (9/11/2025), hanya 270 truk yang memasuki Gaza melalui perlintasan Karem Abu Salem (Kerem Shalom) dan Al Karara (Kissufuim). Pengiriman meliputi 126 truk bantuan kemanusiaan, 127 truk barang komersial, 10 truk bahan bakar, dan 7 truk gas untuk memasak. Sumber: inews

Purbaya Geleng-geleng Kepala Gegara Ide Gila Prabowo, Bayar Utang Kereta Cepat Pakai Dana Korupsi

Purbaya Geleng-geleng Kepala Gegara Ide Gila Prabowo, Bayar Utang Kereta Cepat Pakai Dana Korupsi

GELORA.CO - Wacana penggunaan dana sitaan hasil tindak pidana korupsi untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh kembali menjadi perbincangan hangat. Di tengah ramainya pro dan kontra di publik, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya angkat bicara untuk meluruskan arah kebijakan yang tengah digodok pemerintah. Dalam pernyataannya yang disampaikan pada Senin (10/11/2025), Purbaya menegaskan bahwa wacana tersebut memang muncul sebagai inisiatif langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Namun, ia menekankan bahwa mekanisme dan implementasinya masih dalam tahap pembahasan intensif. “Masih didiskusikan detailnya. Yang ada masih garis-garis besarnya,” ujar Purbaya, dikutip dari laporan jurnalis KompasTV, Renata Panggalo. Pernyataan itu menjadi sinyal bahwa meskipun secara prinsip penggunaan dana sitaan korupsi sudah mendapat lampu hijau, pelaksanaannya masih menunggu kajian teknis dan regulasi mendalam. Pemerintah disebut ingin memastikan bahwa kebijakan besar ini berjalan sesuai koridor hukum serta dapat benar-benar menjadi solusi konkret dalam menutup utang proyek Whoosh kepada pihak Tiongkok. Rencana Kirim Tim ke Tiongkok: Langkah Serius Pemerintah Tak berhenti di meja diskusi, Purbaya juga mengungkapkan adanya rencana pemerintah membentuk dan mengirimkan tim khusus ke Tiongkok. Tim ini nantinya akan membahas ulang skema pembayaran utang proyek Kereta Cepat, termasuk kemungkinan penyesuaian jangka waktu dan persyaratan pembiayaan. “Mungkin Indonesia akan kirim tim ke Cina lagi untuk mendiskusikan seperti apa pembayarannya. Kalau itu saya diajak, biar saya tahu diskusinya seperti apa,” ungkap Purbaya. Langkah tersebut menandai keseriusan pemerintah dalam mencari jalan tengah terbaik agar proyek transportasi modern ini tetap berlanjut tanpa menimbulkan tekanan fiskal yang berat bagi negara. Meski belum mengungkap kapan tim tersebut akan diberangkatkan atau siapa yang akan memimpinnya, sinyal yang diberikan Purbaya jelas Indonesia tengah bergerak cepat memfinalisasi negosiasi utang Whoosh. (*)

Hukum Menjadi Calo Dalam Islam

Hukum Menjadi Calo Dalam Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak jarang, dalam aktivitas muamalah atau perdagangan terdapat jasa calo yang berseliweran. Bagaimana pandangan Islam terkait calo dalam perdagangan? Istilah calo dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti...

Prof Henry Kritik Penetapan Tersangka Roy Suryo Cs: Sebelum Diadili Pastikan Dulu Ijazah Jokowi Asli atau Tidak

Prof Henry Kritik Penetapan Tersangka Roy Suryo Cs: Sebelum Diadili Pastikan Dulu Ijazah Jokowi Asli atau Tidak

GELORA.CO - Penetapan sejumlah nama, termasuk Roy Suryo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengeditan ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memicu polemik hukum. Guru Besar sekaligus ahli komunikasi, Profesor Henry Subiakto, angkat bicara dan mempertanyakan dasar penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta tuntutan pembuktian yang seharusnya dipenuhi oleh penegak hukum. Menurut Prof. Henry, penetapan tersangka atas dasar tuduhan mengedit ijazah Jokowi seharusnya didahului oleh pembuktian forensik yang kuat. "Kalau tersangka Roy Suryo dkk dinyatakan oleh Polisi mengedit ijazah Jokowi maka, penegak hukum tersebut harus membuktikan bahwa ada informasi elektronik milik Jokowi yang asli, lalu dibandingkan dengan informasi elektronik yang sama yang sudah diubah atau diedit," tegasnya dikutip dari laman X pribadinya, Senin (10/11/2025). Syarat Mutlak Bukti Digital Forensik Prof. Henry Subiakto menjabarkan bahwa pembuktian ini harus didukung dengan bukti digital forensik yang minimal mencakup: Bukti Intrinsik: Bukti teknis adanya perubahan di dalam file itu sendiri. Bukti Ekstrinsik/Sistem: Bukti jejak perubahan di luar file (pada sistem). Bukti Perilaku (Behavior): Bukti perilaku tersangka yang menunjukkan dilakukannya perubahan menggunakan perangkat elektronik tertentu. Jejak Digital: Penegak hukum harus menemukan meta data, waktu edit, dan software device ID yang mereka gunakan. Perbedaan Kompresi/Noise: Harus ditemukan perbedaan kompresi JPEG di area ijazah yang diedit, bukti pola noise kamera dengan noise edit, serta adanya Digital Signature/Hash Mismatch (tanda tangan atau hash berubah). "Tanpa bukti-bukti itu semua, berarti unsur-unsur pasal 32 dan pasal 35 UU ITE tidak tepat dipakai penegak hukum," kritik Prof. Henry. Kedudukan Hukum Foto Ijazah di Media Sosial Lebih lanjut, Prof. Henry Subiakto menegaskan adanya perbedaan antara ijazah fisik yang legal dan otentik dengan hasil scan atau foto yang beredar di ranah publik. "Sepengetahuan saya, ijazah asli itu bukan informasi elektronik. Tapi kertas ijazah yang legal dan otentik yang dikeluarkan oleh institusi pendidikan yang berwenang yaitu dalam hal ini adalah UGM," ujar Prof. Henry. Ia menjelaskan bahwa foto atau hasil scan ijazah yang sudah diunggah orang di media sosial bukan lagi informasi elektronik yang legal dan otentik yang dilindungi secara spesifik oleh pasal 32 dan 35 UU ITE. Hasil scan atau foto di medsos dianggap sebagai informasi biasa di ranah publik, dan jika pun diubah, hal itu lebih mengarah pada pelanggaran etika. "Baru ada ancaman pidana jika itu dipakai untuk menipu, itupun kenanya KUHP bukan ITE. Maka jelas tidak tepat jika urusan hasil scan ijazah ataupun upload foto copy itu dianggap ada pelanggaran UU ITE," tambahnya. Soal Keaslian Ijazah Harus Lewat Pengadilan Mengenai pasal 27A UU ITE yang baru terkait pencemaran nama baik (fitnah), Prof. Henry menekankan bahwa unsur fitnah baru bisa terpenuhi jika pokok persoalan utamanya sudah terbukti. "Disebut ada fitnah dan pencemaran nama baik itu jika pokok persoalan utamanya sudah terbukti, dimana ijazah pak Jokowi benar-benar asli berdasar putusan pengadilan yang telah diuji dan dievaluasi keabsahannya secara terbuka oleh para ahli," kata Prof. Henry Subiakto. Ia menyimpulkan bahwa persoalan hukum serius seperti ini tidak cukup hanya didasarkan pada klaim atau pernyataan di luar pengadilan. "Tanpa proses pembuktian di pengadilan, polisi tidak bisa dan tidak punya kewenangan menyimpulkan ijazah Jokowi asli. Yang berwenang hanyalah pengadilan yang terbuka dilengkapi proses pengujian," pungkasnya. Sebagai informasi, Polda Metro Jaya menetapkan Roy Suryo dan ada tujuh orang tersangka lainnya dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi data yang dilaporkan oleh Bapak Ir H Joko Widodo. Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menyampaikan penetapan tersangka itu telah melalui asistensi dan gelar perkara yang melibatkan internal dan eksternal. Delapan tersangka kasus tudingan ijazah palsu yang dilaporkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu dijerat pasal berlapis. Kedelapan tersangka yang dibagi dalam dua klaster, dijerat UU KUHP dan juga UU ITE. Kapolda menyebut tersangka klaster pertama dalam kasus ini terdiri dari 5 orang. Mereka dikenakan pasal pencemaran nama baik, fitnah, hingga penyebaran dokumen elektronik dengan tujuan menghasut. "Lima tersangka dari klaster pertama atas nama ES, KTR, MRF, RE dan DHL. Untuk tersangka dari klaster ini dikenakan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat 4 dan/atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 UU ITE," ucapnya, Jumat (7/11/2025) kemarin. Adapun Pasal 310 KUHP mengatur soal pencemaran/penghinaan, sedangkan pasal 311 KUHP tentang fitnah. Sementara itu, pasal 160 KUHP mengatur penghasutan di muka umum. Pasal UU ITE yang dijerat kepada delapan tersangka mengatur pidana penyebaran dokumen elektronik tanpa hak dengan tujuan menghasut dan menimbulkan kebencian, hingga manipulasi informasi atau data elektronik agar dianggap seolah-olah otentik. "Untuk klaster kedua, ada 3 orang yang kami tetapkan sebagai tersangka antara lain atas nama RS, RHS dan TT. Tersangka pada klaster dua dikenakan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 32 ayat 1 juncto Pasal 48 ayat 1 dan/atau Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat 1 dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat 4 dan/atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 UU ITE," ungkap Asep.  (*)