Aura Kasih Bantah Jadi Simpanan Ridwan Kamil!

Aura Kasih Bantah Jadi Simpanan Ridwan Kamil!

GELORA.CO - Artis Aura Kasih akhirnya buka suara usai dituduh sebagai simpanan mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Aura Kasih membantah tuduhan tersebut. Melalui kuasa hukumnya, Yanti Nurdin, Aura Kasih menegaskan dia bukan simpanan Ridwan Kamil. Bahkan, Yanti mengatakan kliennya tengah mempersiapkan langkah hukum bagi penyebar berita hoax di media sosial. "Itu semua enggak benar. Kami sedang kumpulkan semua berita-berita yang enggak benar, nanti kami akan pertimbangkan apakah mau dilaporkan atau gimana. Setelah buktinya sudah cukup. Jadi, kami lagi kumpulin semua berita-berita yang enggak benar itu," kata Yanti belum lama ini. Di momen yang sama, Yanti mengatakan bahwa  dengan adanya kabar tersebut, Aura Kasih merasa nama baiknya sudah dicemarkan. "Kalau enggak benar kan, ya, benar dong dicemarkan," ujarnya. Di sisi lain, kuasa hukum Aura Kasih yang lainnya, Alexander Januar Gaodilliam, mengungkapkan kondisi Aura Kasih saat ini usai diterpa isu simpanan Ridwan Kamil. Menurutnya, meski tak sampai mengalami tekanan psikis, narasi yang tersebar di media sosial membuat Aura Kasih terganggu. "Ya, pastinya enggak nyaman, ya. Karena kan banyak ketikan-ketikan, banyak komentar-komentar yang bikin dia enggak nyaman. Jadi, ya, mengganggu saja sih. Apalagi berita-berita miring gitu ya, siapa pun pasti akan risih," katanya. "Ya logikanya aja sih. Jadi, ya, siapa pun kayaknya akan risih kalau lagi ada gosip-gosip di luar gitu," sambungnya Sumber: inews

Khozinudin Bongkar Akar Masalah Bencana Sumatra, Singgung Kebijakan Politik

Khozinudin Bongkar Akar Masalah Bencana Sumatra, Singgung Kebijakan Politik

GELORA.CO - Advokat sekaligus aktivis, Ahmad Khozinudin menilai bencana besar di tiga provinsi Sumatra tak terlepas dari bencana politik. Hal ini berkaitan dengan kebijakan yang diambil pemerintah. "Selama ini narasi yang dibangun ini bencana ekologis, bencana disebabkan cuaca ekstrem, hujan luar biasa. Tapi kita lupa, ini ada bencana politik yang menyebabkan bencana ekologis," ujar Khozinudin dalam Rakyat Bersuara di iNews TV, Selasa (23/12/2025). Khozinudin lantas menyinggung langkah pemerintah yang seolah memberikan lampu hijau terkait kebijakan tertentu yang justru membuat deforestasi hingga pembalakan hutan menjadi ugal-ugalan. "Akar masalahnya adalah deforestasi, deforestasi apa? Lahan sawit, industri kayu, oligarki kayu, sawit, kita sibuk memikirkan dampak tapi penyebabnya gak pernah kita urusi," tutur dia. "Saya mau tegaskan tidak ada industri sawit di negeri kita itu yang dibangun di atas pembebasan kebun rakyat, beberapa saja pakai plasma, mayoritasnya mengambil lahan hutan kita untuk dikonversi menjadi sawit," sambungnya. Ia lantas menyinggung data yang pernah disampaikan mantan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan. Menurutnya, dari 9 juta lahan sawit yang ada, 3,3 juta di antaranya justru ilegal. Di sisi lain, pemerintah justru seakan menormalisasi itu dengan kebijakan pemutihan yang diambil. Oleh karena itu, menurutnya, pembalakan hutan di Indonesia pun semakin liar. "Saya ingin rujuk data, pada saat Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan melakukan audit terhadap sawit ilegal, itu ada 9 juta yang diaudit, terbukti 3,3 juta ilegal," kata dia. "Apa yang diambil negara? Menormalisasi, memutihkan? Nggak ada efek jera, makanya pembalakan hutan makin merajalela," tandas dia Sumber: inews

Pilkada Lewat DPRD Hanya Akal-akalan Elite Politik

Pilkada Lewat DPRD Hanya Akal-akalan Elite Politik

GELORA.CO -Wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD terus menjadi polemik di di tengah publik. Wacana ini mencuat setelah Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia kembali melontarkan di depan para kader beringin saat acara Puncak HUT ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, 5 Desember 2025. Dosen ilmu politik dan pemerintahan Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah menilai isu ini hanya manuver politik dari segelintir elite parpol. "Saya rasa usulan pilkada digantikan pemilihan di DPRD hanyalah akal-akalan oknum partai politik dan politisi agar lebih berkuasa. Mereka berdalih ingin kekuasaan lebih terkendali melalui lobi-lobi elite parpol serta menghemat budget politik, seperti tidak perlu berkompetisi melakukan serangan fajar,” kata Insan kepada RMOL di Jakarta, Selasa malam, 23 Desember 2025. Lanjut dia, langkah konsolidasi kekuasaan untuk mengambil alih partisipasi langsung rakyat berpindah kepada elite di DPRD dan partai politik akan semakin menimbulkan arogansi kepala daerah. "Dengan pemilihan langsung saja, kepala daerah kerap bersikap arogan kepada masyarakat apalagi jika dipilih DPRD,” tegasnya. Insan menepis jika alasan pilkada lewat DPRD untuk menekan biaya politik. Menurutnya, biaya politik bahkan bisa lebih besar dengan mekanisme pilkada melalui DPRD. “Bisa jadi, ongkos politiknya sama atau bahkan lebih besar karena para elite DPRD ini sulit dilobi dengan jumlah uang yang kecil," pungkasnya Sumber: RMOL